October 18, 2025

MK diminta kecualikan jurnalis dan pelaku seni dari larangan ungkap data pribadi

Jakarta (cvtogel) – Mahkamah Konstitusi diharapkan untuk membuat pengecualian bagi jurnalis, akademisi, dan seniman. Dari larangan mengungkapkan data pribadi yang diatur dalam Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2). Dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 mengenai Pelindungan Data Pribadi (PDP).

Permohonan tersebut diajukan oleh koalisi masyarakat sipil yang berfokus pada Kebebasan Informasi dan Data Pribadi (SIKAP), yang terdiri dari LBH Pers, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), AJI Indonesia, SAFEnet, serta para akademisi dan pelaku seni.

Direktur LBH Pers, Mustafa, menyatakan setelah pendaftaran permohonan uji materi di Gedung MK, Jakarta, pada Rabu. Bahwa norma dalam kedua pasal itu memiliki cakupan yang terlalu luas yang dapat menyebabkan konsekuensi hukum bagi siapa saja, termasuk jurnalis, akademisi, dan seniman.

“Jangkauannya sangat luas, sehingga dapat menjangkau siapa pun, dan tidak perlu menunggu ada dampak. Misalnya, jika saya mengungkap informasi pribadi seperti nama atau foto seseorang yang sudah dikenal, tanpa mempertimbangkan niatnya, tindakan itu sudah bisa dianggap melanggar hukum,” ungkap Mustafa.

Pasal 65 ayat (2) dalam Undang-Undang PDP menyebutkan, “Setiap orang dilarang secara ilegal untuk mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya,” sedangkan Pasal 67 ayat (2) menjelaskan ketentuan tentang sanksi pidana yang berlaku.

Mereka yang dengan sengaja dan melanggar Pasal 65 ayat (2) bisa dikenakan hukuman penjara paling lama empat tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

Mustafa menjelaskan bahwa norma dari pasal tersebut bersifat tidak jelas karena jika pemilik data merasa tersinggung. Atas pengungkapan data pribadinya, termasuk dalam konteks jurnalistik, seni, dan penelitian, maka mereka bisa melaporkan ke pihak berwenang.

“Ini benar-benar tidak jelas. Jika seorang jurnalis membagikan informasi atau nama seorang pejabat publik yang kemudian merasa tidak senang dengan itu—terutama jika berkaitan dengan kritik terhadap dugaan korupsi—itu bisa jadi alasan untuk melapor,” katanya.

“Atau ketika teman-teman seniman melakukan kritik lewat karikatur, mereka juga berpotensi mengungkap data pribadi, yang membuat mereka juga dapat terjerat hukum,” tambah Mustafa.

Sementara itu, Koordinator Advokasi LBH Pers, Gema Gita Persada, menjelaskan bahwa Undang-Undang PDP. Mengkategorikan data pribadi menjadi data umum dan spesifik. Data pribadi spesifik mencakup informasi mengenai catatan kriminal dan keuangan individu.

Namun, tidak ada ketentuan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa data pribadi milik pejabat publik adalah informasi yang bersifat publik. Oleh karena itu, semua data pribadi pejabat, baik yang umum maupun spesifik, harus dilindungi.

“Dengan adanya ketentuan dalam Pasal 65 ini, tanpa pengecualian bagi media yang kerap kali memerlukan pengungkapan data mengenai catatan kriminal pejabat publik, akan berisiko besar terkena pasal ini,” ujarnya.

Berdasarkan alasan tersebut, koalisi masyarakat sipil berargumen bahwa Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (2) dari Undang-Undang PDP bisa melanggar hak konstitusi warga negara, terutama terkait jurnalis, akademisi, dan seniman.

Dalam permohonannya, SIKAP meminta agar norma dalam pasal tersebut dinyatakan bertentangan. Dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat, jika tidak ada pengecualian untuk keperluan jurnalistik, seni, sastra, dan akademik.

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.